92 Persen Anak dari Keluarga Berpenghasilan Rendah Mengenal Media Sosial di Usia Lebih Dini
robbanipress.co.id, Jakarta Penelitian menunjukkan bahwa 92% anak-anak dari rumah tangga berpenghasilan rendah sudah mengenal jejaring sosial sejak usia dini. Faktanya, 54% dari mereka diperkenalkan ke jejaring sosial sebelum mereka berusia 6 tahun.
Demikian hasil kajian Consumer Trends NeuroSensum Indonesia 2021: Dampak Media Sosial pada Anak oleh psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anrilla EM Ningdyah, Ph.D.
Menurut Anrilla, saat ini anak usia 0 hingga 6 tahun akan memasuki generasi alfa. Ciri khas generasi alpha adalah mereka lebih menyukai konten audio visual. Mereka bahkan mungkin memiliki jejaring sosial yang lebih luas berkat pemanfaatan teknologi digital.
Anrilla dalam acara Great Parenting Masterclass yang disiarkan langsung di channel YouTube Resmi BKKBN, Rabu, 29 Agustus 2024 menyampaikan: “Putra dan Putri Generasi Alfa kita sudah sadar akan “Mereka bisa bicara keadilan, bisa bicara kesehatan mental”.
Ia menambahkan, gadget merupakan salah satu teknologi digital yang praktis dan portabel serta mudah digunakan oleh anak-anak usia sekolah bahkan anak kecil. Utilitas memudahkan siswa untuk belajar dan mengakses materi yang relevan dengan minat dan kekhawatiran mereka yang tidak dimiliki generasi sebelumnya.
Meski gadget memiliki sisi positifnya, Anrilla tidak memungkiri bahwa anak-anak yang tidak menggunakan gadget tersebut tetap membutuhkan aktivitas tatap muka untuk tumbuh dan berkembang.
“Pada kenyataannya, mengasuh anak usia 0 hingga 6 tahun membutuhkan lebih banyak pengawasan dalam bentuk aktivitas tatap muka dibandingkan yang dapat ditransfer ke gawai putra-putri kita,” ujarnya.
Dampak penggunaan teknologi digital terhadap anak antara lain terhadap kesehatan mental. Tingkat depresi yang lebih tinggi terlihat setelah menggunakan media sosial selama lebih dari tiga atau empat jam per hari. Termasuk risiko cyberbullying, ketergantungan, dan pemborosan waktu.
Padahal, lanjut Anrilla, penggunaan perangkat tersebut dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah seperti mioklonus dan sindrom Tourette.
Dia menambahkan: “Penyakit yang disebabkan oleh penggunaan perangkat yang berlebihan sedang bermunculan, khususnya tics dan sindrom Tourette, yang mengurangi keamanan dan privasi pribadi. Ada juga penyalahgunaan data pribadi, iklan yang terlalu tepat sasaran, mendorong konsumsi, dan perilaku pembelian impulsif”.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya mencegah kondisi tersebut sejak dini dengan mempraktikkan digital parenting.
Salah satu konsep yang perlu kita pelajari adalah digital parenting. Prinsipnya hanya ada tiga, mudah diingat, dipahami, didukung dan kemudian mengatur aktivitas anak,” dia menjelaskan.
Ketiga prinsip digital parenting mulai dipahami. Sebaiknya orang tua mulai dengan menolak anggapan bahwa memberi adalah solusi agar anak tidak membuat keributan.
Orang tua harus mengevaluasi dan memastikan penggunaan teknologi digital yang tepat untuk diri mereka sendiri sebelum membantu anak-anak mereka. Penggunaan yang tepat dapat mendukung kesehatan mental. Hal ini perlu dibarengi dengan pemahaman tentang dasar-dasar kesehatan mental.
Landasan kesehatan mental antara lain tidur yang cukup, aktif secara fisik dengan bergerak minimal 60 menit sehari, mendapatkan nutrisi yang cukup, memberikan dan menerima dukungan sosial, membuat batasan antara rumah dan kantor, serta menghindari bekerja tempat tidur.
Gaya digital parenting berikutnya adalah memberikan dukungan. Menurut Anrilla, anak pada usia dini memerlukan stimulasi langsung untuk fungsi eksekutifnya, yaitu sekelompok proses mental kompleks dan kemampuan kognitif yang membantu mengatur keterampilan perilaku untuk mencapai tujuan.
Orang tua perlu mendukung anak dalam memusatkan perhatian dan memperhatikan, memahami dan mengingat instruksi, memiliki pengendalian diri, mengatur dan menentukan prioritas, serta mengatur emosi.
“Fungsi eksekutif dapat diajarkan, dilatih, dan dikembangkan. Pengkondisian adalah memberikan peluang dan pengalaman melalui penghormatan, kepedulian, dan pengasuhan,” tambahnya.
Poin ketiga adalah regulasi, yaitu pembatasan, pengelolaan, keterusterangan. Ini termasuk waktu, durasi, dan frekuensi penggunaan perangkat. Orang tua dapat menggunakan aplikasi pemantauan orang tua dan membuat kebijakan atau kontrak (perjanjian) untuk berdiskusi dengan anak-anak mereka. Misalnya, aturan mengenai batasan waktu pemakaian perangkat didiskusikan dan disepakati dengan anak.