Ini Sejumlah Catatan Jika Kurikulum Merdeka Dilanjutkan, Apa Saja?
JAKARTA – Kurikulum Merdeka kini tengah menjadi sorotan seiring resminya Abdul Mu’ti menggantikan Nadiem Anwar Makarim sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen). Persatuan Pendidik dan Guru (P2G) menyampaikan pandangannya mengenai isu tersebut.
Ketua Litbang Pendidikan P2G Feriansyah mengatakan, P2G meminta Menteri Pendidikan Dasar berikutnya untuk melanjutkan kebijakan kurikulum mandiri, namun ada beberapa peringatan yang perlu diberikan untuk menghindari dampak negatif dari penerapannya.
Baca juga: Sekolah diberi masa transisi 3 tahun untuk menerapkan kurikulum mandiri
Pertama, kata dia, Menteri Cadangan Nadiem Anwar Makarim harus melakukan perbaikan terbaik dalam penerapan kurikulum mandiri, termasuk Proyek Penguatan Profil Siswa Pancasila (P5).
Pihaknya juga menyerukan agar mata pelajaran bahasa asing di tingkat SMA/MA/SMK diterapkan kembali dalam penerapan Kurikulum Merdeka di sektor tersebut.
Baca juga: Pendaftaran Siswa Kurikulum Mandiri Pertama SNBP 2024 Menurun, Kata P2G
“Pelatihan IKM diberikan kepada guru secara adil dan merata di seluruh daerah, dan hal ini tidak menjadikan PMM sebagai satu-satunya solusi bagi guru,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (23/10/2024).
Selain itu, P2G meminta kementerian meringankan beban administratif guru dalam penerapan Kurikulum Mandiri (ICC) dan melakukan penyempurnaan dan perbaikan pada buku pelajaran inti.
Baca juga: Kurikulum Mandiri Resmi Berlaku di Tingkat Nasional, Ada Masa Transisi
“Pergantian menteri mengubah kurikulum, nyatanya hal ini tidak selalu terjadi dalam sejarah kurikulum nasional. “Meskipun Indonesia baru 11 kali mengganti kurikulum nasional, namun sudah 38 kali berganti menjadi Nadiem Makarim sejak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Ki Hadjar Dewantara,” lanjut mahasiswa S3 UGM itu.
Ia mengatakan, jika berganti menteri, maka kurikulumnya harus diubah dan menurutnya hal itu akan berdampak negatif. Misalnya, situasi seperti kebingungan psikologis, ketidakjelasan arah, hambatan adaptasi ke universitas, dan adaptasi buku teks tidak mudah bagi siswa.
Kemudian pendidikan guru tidak efektif, pengelolaan pembelajaran mencapai paradigma guru, siswa dan orang tua, termasuk birokrasi pendidikan daerah, jelasnya.