Asal-usul Takjil di Indonesia yang Kini Jadi Rebutan dengan Non-Muslim Saat Ramadhan 2024 sampai Jadi Meme
robbanipress.co.id, Jakarta – Ungkapan “Bagimu agamamu, bagiku Takjilmu”, santer diutarakan di media sosial sejak minggu pertama Ramadhan 2024. Hal itu mengacu pada fenomena non-Muslim yang ikut melakukan penganiayaan. . takjil sebelum berbuka puasa. Narasinya terus berkembang bahkan menjadi meme yang memenuhi dunia maya.
Respon terhadap konten perang takjil tersebut kemudian dianggap sebagai bentuk toleransi sehingga menuai pujian dari banyak warganet. “Bisnis penjual takjil laris manis, membantu UMKM dan siapa tahu bisa membuat mereka cepat pulang, berbuka puasa di rumah bersama keluarga,” kata salah satu pengguna X, di Twitter baru-baru ini.
Tak jarang, konten perburuan takjil yang sebagian besar skenarionya melibatkan umat Islam yang kabur dari takjil, ditanggapi dengan berbagai candaan. “Biarkan saja sampai Imlek kalau kita beli jeruk, biar bisa salat (minuman jeruk) instan,” canda warganet.
Belakangan, cerita tersebut tersebar hingga tak hanya menjadi perang takjil, tapi juga memesan tempat berbuka puasa. “Saya tidak puasa, tapi kalender bukber hampir penuh,” kata salah satu pengguna Instagram.
Meskipun takjil biasanya diasosiasikan dengan makanan ringan dan minuman cepat saji, asal muasalnya tidak demikian. Dilansir laman Muhammadiyah, Senin (18/3/2024), istilah takjil diambil dari hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang berbunyi: “Manusia dianggap baik sampai ia terbuka (Ajjalu). ). )) untuk berbuka puasa”.
Dalam bahasa Arab, istilah “buru-buru” dalam hadis mempunyai bidang semantik yaitu ajjala–yu’ajjilu–ta’jilan yang berarti momentum, tergesa-gesa, menyegerakan atau mempercepat. Oleh karena itu, takjil dikaitkan dengan anjuran berpuasa.
Tradisi takjil pun konon dianut oleh seluruh umat Islam di dunia, termasuk Indonesia. Snouck Hurgonje mencatat dalam laporannya setelah mengunjungi Aceh pada tahun 1891-1892, De Atjehers, bahwa penduduk setempat telah mengadakan buka puasa (takjil) dalam jumlah besar di masjid sebagai contoh. bu peudah atau bubur pedas.
Cerita lain menyebutkan bahwa takjil merupakan salah satu sarana dakwah Wali Songo yang menyebarkan Islam di tanah Jawa sekitar abad ke-15. Suara Muhammadiyah menyebutkan, tradisi takjil ini dilakukan di Masjid Kauman Yogyakarta pada tahun 1950-an, dan sejak itu Muhammadiyah terus melestarikannya hingga akhirnya populer di kalangan masyarakat Islam Indonesia.
Profesor Munir Mulkhan merangkum dalam bukunya Kiai Ahmad Dahlan & Jejak Reformasi Sosial dan Kemanusiaan (2010) bahwa Muhammadiyah berperan besar dalam mempopulerkan takjil di bulan Ramadhan. Munir mengatakan, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid merupakan salah satu cara mempopulerkan tradisi menjaga takjil untuk menyemangati umat Islam dalam berbuka puasa.
“Cara menunaikan puasa yang dilakukan oleh Muhammadiyah pada saat itu menyebabkan umat Muhammad dicap tidak mampu menahan lapar, namun kini cara umat Muhammadyah tersebut telah menjadi tradisi puasa bagi seluruh umat Islam di Indonesia”, kata Munir.
Channel Islami robbanipress.co.id merangkum, Senin (18/3/2024), berbagi takjil saat Ramadhan merupakan salah satu amalan mulia. Anjuran pemberian takjil juga disampaikan langsung oleh Rasulullah sebagai upaya mendapatkan rahmat dan pahala dari Allah.
Anjuran pemberian takjil merupakan salah satu bentuk implementasi ajaran agama yang mengajarkan berbagi dan peduli terhadap sesama. Bukan sekedar untuk mengejar pahala, tapi juga sebagai wujud kepedulian yang tulus terhadap sesama, khususnya yang sedang berpuasa.
Ketika seseorang memberikan takjil kepada orang lain, tidak hanya mendatangkan manfaat fisik berupa makanan, tetapi juga mendatangkan kehangatan dan rasa persaudaraan. Syekh Said Muhammad Ba’asyin mengatakan dalam kitab Busyral Karim yang artinya : “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berbagi sesuatu kepada orang lain untuk berbuka, walaupun hanya berupa kurma atau seteguk air.”
“Tentunya kalau makan malam lebih utama berpedoman pada hadis Rasulullah SAW,” imbuhnya. Dalam hadits riwayat Zaid bin Khalid Al-Juhani RA, Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapat pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitnya”.
Diantara sejumlah keutamaan berbagi takjil, tindakan ini dapat membawa seseorang pada pengampunan dosanya. Allah SWT akan membebaskannya dari api neraka dan mengampuni dosa-dosanya.
Nabi juga menjelaskan bahwa di surga terdapat ruangan-ruangan indah yang diperuntukkan bagi orang-orang yang berkata jujur, memberi makan, selalu berpuasa dan shalat malam saat orang lain tidur. Hal ini menunjukkan bahwa memberi takjil adalah salah satu jalan menuju surga.
Maka ketika seseorang memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka para malaikat akan memohon ampun kepadanya. Hal ini menunjukkan bahwa amalan pemberian takjil diakui dan diridhoi oleh Allah SWT, dan merupakan suatu hal yang baik jika disaksikan oleh para malaikat.
Memberi takjil juga merupakan bagian dari sedekah yang mempunyai keutamaan dalam Islam. Dengan memberi takjil dengan niat yang ikhlas dan mengharap keridhaan Allah, maka seseorang sekaligus bersedekah yang akan mendatangkan pahala dan keberkahan baginya.