Banjir Impor Tekstil Ancam Indonesia, Industri Besar dan UMKM Sama-Sama Kena Getah
robbanipress.co.id, Jakarta Ikatan Industri Tekstil Indonesia (IKATSI) menolak keras pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang dianggap sebagai langkah mundur dalam reformasi industri TPT Indonesia.
IKATSI menyatakan keprihatinannya atas peraturan baru tersebut yang diyakini akan berdampak buruk bagi seluruh industri TPT, baik industri besar maupun usaha kecil menengah (UMKM).
Direktur Jenderal IKATSI Muhammad Shobirin F Hamid mengungkapkan Permendag 8/2024 menyoroti inkonsistensi kebijakan dan langkah penguatan dan peningkatan daya saing industri tekstil dan tekstil (TPT) tanah air.
“Kebijakan ini tidak hanya melemahkan kepercayaan pelaku industri tetapi juga menghambat perkembangan teknologi dan inovasi,” ujarnya.
Menurut Shobirin, peraturan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya persaingan yang berdampak pada produksi dan kualitas produk tekstil Indonesia. Pada akhirnya, hal ini akan menurunkan kemampuan industri TPT dalam merekrut tenaga kerja di Indonesia, ujarnya.
Permendag 8/2024 juga dinilai menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan industri tekstil besar dan usaha kecil dan menengah. Banyak investor yang mulai bangkit dan pulih dari dampak Permendag 36/2023 yang juga berat di levelnya.
Shobirin menekankan: “Bagi perusahaan kecil dan menengah yang telah merevisi strategi bisnisnya pasca Permendag 36/2023, kebijakan baru ini dapat menjadi bencana yang serius.”
Menurut dia, berkurangnya bahan baku lokal, kenaikan biaya produksi, dan ketidakpastian adalah beberapa dampak yang terlihat pada pelaku industri. Hal ini memaksa banyak pelaku UMKM mengurangi kapasitas produksi dan menutup usahanya.
“IKATSI yakin pemerintah dapat mengevaluasi kembali penerapan Permendag 8/2024 dan membuka kesempatan berdiskusi dengan asosiasi dan organisasi, serta para pelaku industri tekstil, untuk mencari solusi yang lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan. industri tekstil negara tersebut.
Sementara itu, pengamat tekstil sekaligus mantan Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rahman mengungkapkan, Permendag 8/2024 bisa kembali mengandalkan impor ke luar negeri.
“Ketika industri lokal tidak mampu bersaing karena regulasi yang kurang baik, maka pasar akan memilih impor yang lebih murah dan berkualitas, yang pada akhirnya merugikan industri lokal,” jelasnya.
Rizal juga menyarankan agar pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan yang mendukung pengembangan industri lokal. “Regulasi diperlukan dan memenuhi kebutuhan industri serta dapat mendorong inovasi dan persaingan,” tegasnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) khawatir impor ilegal kembali membanjiri pasar dalam negeri. Kementerian Perindustrian mengindikasikan adanya perbedaan data impor antara impor negara dan ekspor dari Indonesia.
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian (ITKAK) Adi Rochmanto Pandiangan mengatakan, terdapat kesenjangan antara barang impor yang didaftarkan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data yang dikirimkan ke negara lain di Indonesia. Dengan demikian, bisa diasumsikan ada impor ilegal yang masuk ke pasar Indonesia.
Ia menyarankan untuk melakukan pendekatan yang lebih serius terhadap pencegahan dan pengendalian impor ilegal. Sekali lagi, ini untuk melindungi produk lokal.
“Kami menduga telah tercatat adanya impor ilegal, terutama mengingat adanya kesenjangan antara data impor BPS dengan impor dari negara lain di Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS). Adi di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (6/3/2024).
Ia mengatakan, yang perlu diwaspadai adalah impor barang jadi seperti pakaian. Hal ini juga berlaku pada banyaknya pakaian bekas atau terjual yang beredar di pasar lokal.
Adi menegaskan, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap produk-produk kategori tersebut. Mengingat terdapat perbedaan informasi mengenai produk yang didatangkan dari Indonesia.
“Perbedaannya sangat besar, sehingga kami berharap masalah pengeluaran uang dan lain sebagainya bisa diawasi dengan cara yang sama,” tegasnya.
Dalam pemaparannya, Adie menyoroti dampak lahirnya Permendag Nomor 36 Tahun 2023 terhadap kebijakan dan regulasi impor luar negeri. Aturan yang mulai berlaku pada 10 Maret 2024 ini berhasil menekan jumlah barang impor yang masuk ke Indonesia dan memajukan industri lokal.
Ketentuan tersebut kemudian direvisi melalui Permendag 8 Tahun 2024 untuk memudahkan impor barang dalam jumlah besar. Kemenperin sendiri khawatir akan terjadi banjir impor akibat penerapan tatanan baru ini.
Seperti disebutkan sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) membuka informasi dampak penerapan larangan impor dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan regulasi impor. Terjadi penurunan drastis impor tekstil dan pakaian, sehingga industri lokal dapat bernafas lebih baik.
Artinya produk lokal dari industri lokal mampu bersaing dengan produk impor. Diprediksi ini merupakan cara terbaik untuk meningkatkan daya saing produk. Peraturan Menteri Perdagangan dan Perdagangan 36/2023 mulai berlaku pada tanggal 10 Maret 2024.
Adie Rochmanto, Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Kementerian Perindustrian mengatakan, “Dampak pengendalian impor terhadap impor pada Maret 2024 berkurang signifikan sebesar 45,23%. persen per tahun.” Pandiangan, di kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (3/6/2024).
Diketahui, dalam Permendag 36/2023 diwajibkan memperhitungkan teknis (pertek) pada banyak produk impor. Misalnya, aturan yang lebih ketat terhadap impor barang jadi, termasuk pakaian dan alas kaki.
Adi menjelaskan, upaya ini terbukti mampu melindungi dan membuka lebih banyak peluang bagi industri lokal. Jadi mempunyai peluang untuk berkembang.
“Penurunan impor bulu tentunya akan berjalan seiring dengan tumbuhnya industri tekstil, kulit, kulit, dan alas kaki dalam negeri,” tegasnya.
Dia menjelaskan penurunan impor. Pada Maret 2023, impor tercatat sebesar 5,2 ribu ton, turun menjadi 2,9 ribu ton pada Maret 2024. Selain itu, 3,1 ribu ton pada April 2023 menjadi 2,7 ribu ton pada April 2024 atau turun 15,1 persen.
Demikian pula barang-barang berbahan kulit, barang-barang dari kulit dan alas kaki mengalami penurunan pada periode yang sama. Misalnya saja pada Maret 2023 terdapat 25,4 ribu ton barang impor dan turun 52,25 persen menjadi 14,7 ribu ton pada Maret 2024.
Kemudian impor April 2023 sebesar 20,8 ribu ton dibandingkan April 2024 sebesar 16,5 ribu ton. Artinya turun 20,76%.