Banyak Gen Z di Korsel Banting Setir jadi Pedagang Kaki Lima, Raih Omset Bulanan hingga Puluhan Juta

Read Time:2 Minute, 16 Second

Liputan.com, Jakarta – Sebagian Gen Z di Korea Selatan lebih memilih berjualan di jalanan daripada bekerja di kantor. Mereka tertarik karena bisa memperoleh keuntungan tinggi dengan biaya pendirian bisnis yang masuk akal

Salah satunya adalah Lee Dohing, 19 tahun, yang menghabiskan hari-harinya sebagai pedagang kaki lima dan pemilik Kios Bangpang di Taeji-dong, Chuncheon. Meski biaya mendirikan warung 500 ribu won atau setara Rp 5,9 juta, namun penghasilan bulanannya minimal 3 juta won atau setara Rp 35 juta.

Pada Selasa, 6 Februari 2024, 강원 mengatakan melalui Naver bahwa ia berencana menambah modal melalui Bangopong Business dan mencari berbagai solusi setelah menyelesaikan wajib militer (wamil).

Hal serupa juga terjadi pada Kwon Yongju, 29 tahun, yang berjualan ubi di Seksa-dong, Chuncheon. Pada bulan Desember 2023, Kwon melihat peningkatan dalam bisnisnya.

Kwon mengatakan bahwa pada hari yang baik, dia bisa menjual 30 kilogram ubi dalam tiga jam, menghasilkan keuntungan lebih dari 200.000 won, atau $2,3 juta.

Tidak hanya itu, kedai bangapang, hotdog, dan ubi yang dikelola oleh Generasi Z menjadi populer di tempat-tempat seperti Hanaro Mart Cherwon, Pasar Utama Kimwa Nongup Yanggu.

Menurut data dari Badan Statistik Korea, jumlah pekerja di ‘bisnis penjualan keliling dan kios’, yang mencakup bunjopang, kentang goreng, dan hotdog, mencapai 372.000 pada paruh kedua tahun lalu, turun sekitar 2.000. Rakyat. Dibandingkan dengan paruh kedua tahun 2020

Namun, pada periode yang sama, jumlah pekerja berusia 30 tahun ke atas meningkat hampir 8.000 orang menjadi 109.000 pada pertengahan tahun lalu, yang merupakan angka tertinggi sejak 2018.

Profesor Lee Eun Hee dari Departemen Urusan Konsumen Universitas Inha menjelaskan bahwa bangpung, ubi goreng, dan warung lainnya memiliki hambatan masuk yang rendah, margin keuntungan yang tinggi dan sesuai dengan perilaku generasi MZ serta menginginkan pengalaman berbeda.

Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran terhadap perubahan iklim dan isu lingkungan hidup semakin meningkat, di kalangan generasi muda dan Gen Z. Gaya hidup berkelanjutan, terutama mengonsumsi makanan nabati atau vegetarian, telah menjadi tren, robbanipress.co.id mengutip Lifestyle.

Dua sektor utama dalam upaya penurunan emisi karbon adalah industri dan sektor pangan. Menerapkan perubahan di sektor pangan dianggap lebih mudah dibandingkan di industri, terutama untuk menjadikan menu sehari-hari lebih berkelanjutan.

Hal tersebut disampaikan Helga Angelina, pendiri dan CEO Burger and Green Rebel pada konferensi media di Jakarta pada 26 Januari 2024. Ia juga menjelaskan bahwa sektor pangan membutuhkan investasi yang lebih sedikit dibandingkan sektor energi untuk menciptakan keberlanjutan.

Hal ini dipandang sebagai cara mudah bagi individu untuk mengurangi emisi karbon demi pertumbuhan konsumsi pangan yang lebih berkelanjutan. Meski demikian, Helga menekankan perlunya kerja sama antara industri dan sektor pangan dalam upaya penurunan emisi.

Generasi muda, termasuk Milenial dan Gen Z, dianggap lebih terbuka untuk menerapkan gaya hidup vegan dalam upaya mereka hidup lebih berkelanjutan.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post United Airlines Rumahkan Pilot Akibat Penundaan Pengiriman Pesawat Boeing
Next post Tampil di Singapore Airshow 2024, Bell Siap Datangkan Beragam Helikopter di Indonesia