Bullying dan Judi Online Jadi Kekerasan Digital pada Anak Paling Sering Muncul di Medsos
robbanipress.co.id, JAKARTA – Kekerasan digital terhadap anak di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan hasil survei Indikator Indonesia (i2), kasus kekerasan terhadap anak seperti bullying, pedofilia, game online, dan penipuan online merupakan bentuk kekerasan terhadap anak secara digital yang lebih sering muncul di media sosial.
“Bullying masih menjadi permasalahan yang masih terjadi setiap bulannya, baik berupa cyberbullying maupun kasus-kasus bullying yang viral di media sosial,” kata Direktur Indonesia Indicator (i2) Rustica Herlambang dalam keterangan tertulisnya. 2018. Jakarta, Jumat (26/7/2024).
Melalui kajian bertajuk “Tren Penyalahgunaan Digital Terhadap Anak”, Indicator Indonesia mencatat sejak 1 Januari hingga 21 Juli 2024, pelecehan digital terhadap anak di Indonesia menjadi salah satu isu yang ramai diperbincangkan warganet (netizen). Menurut Rustika, jumlah unggahan pelecehan anak digital di media sosial mencapai 24.876 unggahan, jumlah tanggapan mencapai 3.004.014 engagement.
“Permasalahan terbesar yang dibahas adalah perundungan sebanyak 75.963 postingan, pedofilia sebanyak 14.227 postingan, penipuan online sebanyak 8.477 postingan, perjudian online sebanyak 5.021 postingan, doxxing sebanyak 763 postingan, cyberstalking sebanyak 611 postingan dan lebih dari 2.035 postingan,” jelas Rustica.
Menurut Rustika, perundungan terhadap anak menjadi isu yang paling banyak mendapat engagement dari warganet yakni mencapai 5.962.909. Contoh kasus perundungan yang paling banyak menyita perhatian netizen antara lain video gadis berinisial Y yang sering diolok-olok oleh teman-temannya dengan 1.460.280 janji, peristiwa perundungan di sebuah sekolah di Serpong yang mencapai 23.000 janji, dan kasus cyberbullying anak sekolah makan fast food di 649 janji,” katanya. Rustic.
Rustica menambahkan, penderitaan anak-anak yang rentan terhadap penipuan online di media sosial harus menjadi perhatian bersama. Studi tersebut menemukan kasus penipuan online terhadap anak menduduki peringkat kedua komitmen pertama netizen, yakni mencapai 912.325 komitmen. Sementara itu, pedofilia menjadi isu pelecehan anak secara digital dengan keterlibatan tertinggi ketiga, yaitu mencapai 145.730, sedangkan game online berada di urutan keempat dengan 65.255 keterlibatan.
Hasil survei indikator Indonesia sejalan dengan hasil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komnas Perlindungan Anak yang menyatakan tren kekerasan. Anak-anak punya. Tren pertumbuhan selama lima tahun terakhir.
Pada tahun 2019, kasus cyberbullying mencapai 2.000 kasus, namun pada pertengahan tahun 2023, angka tersebut akan mencapai lebih dari 4.000 kasus. Kasus eksploitasi seksual online yang melibatkan anak juga akan meningkat dari 1.200 kasus pada tahun 2019 menjadi lebih dari 2.000 kasus pada tahun 2023.
Fakta ini sejalan dengan tren perbincangan kekerasan digital di media sosial yang hampir selalu ada hingga tahun 2024. Pada bulan Februari 2024, forum diskusi bertambah menjadi lebih dari 7.000 postingan karena adanya insiden perundungan yang viral di Sekolah Serpong. Video. Kasus kekerasan fisik yang melibatkan sekelompok pelajar akhirnya tersebar di media sosial. Di bulan yang sama, netizen juga menyoroti permintaan maaf Meta Facebook terkait kasus pelecehan anak di media sosial.
Pada Mei 2024, pembahasan mengenai pedofilia juga meningkat hingga hampir 5.000 postingan, seiring banyaknya netizen yang membicarakan banyaknya kasus pedofilia yang dialami anak-anak. Salah satu yang viral adalah kasus bocah 5 tahun di Pematangsiantar yang diperkosa.
Sementara itu, pada Juni 2024 lalu, warganet ramai membahas dampak perjudian online yang melibatkan anak-anak. Dalam kasus viral yang diposting netizen, ada orang tua yang mengalami kerugian hingga 100 juta rubel akibat perjudian online yang dilakukan anaknya.
Data KPAI menunjukkan fenomena game online juga menimpa anak di bawah umur. Sebanyak 80 anak di bawah usia 10 tahun terpapar dan menjadi pemain game online. Pada saat yang sama, 440.000 anak berusia 10-20 tahun mengalami kecanduan game online.
Peran orang tua
Menurut Rustika, tingginya kasus kekerasan digital terhadap anak terjadi karena sebagian besar orang tua dan wali tidak menyadari risiko kekerasan digital dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melindungi anak-anaknya. Oleh karena itu, kata dia, edukasi mengenai penggunaan internet yang aman sangat penting untuk mencegah kekerasan digital.
“Aktivitas anak di dunia digital tanpa pengawasan orang tua membuat pengendalian kekerasan di dunia digital sulit dilakukan. Oleh karena itu, kita perlu mengetahui bahwa orang tua harus lebih aktif memantau aktivitas online anak-anak mereka dan memastikan bahwa mereka memahami keselamatan. Menggunakan Internet,” katanya.