Kasus Pilot Batik Air Tidur Dinilai Kompleks, Tak Cukup dengan Sanksi
robbanipress.co.id, Jakarta Pengamat penerbangan Gerry Soejatman menilai kasus pilot dan co-pilot Batik Air yang tertidur selama penerbangan merupakan hal yang rumit. Hal ini terkait dengan pola kerja, pola istirahat dan prinsip Batik Air.
Gerry menilai sanksi terhadap pilot dan co-pilot bukanlah satu-satunya solusi mutlak. Menurutnya, yang lebih penting adalah penjemputan secara menyeluruh. “Dalam hal ini, saya sangat tidak setuju jika solusinya ‘sederhana’ dengan memberikan sanksi kepada pilot dan manajemen maskapai. Ini adalah risiko sistemik yang perlu diatasi,” kata Gerry dalam cuitan di Platform X, dikutip Senin (11 / 3 /2024).
Dalam pandangannya, kebijakan yang mudah memperkirakan sanksi dapat menghambat kemajuan. Pasalnya, masalah kelelahan pilot memerlukan analisis dan solusi kualitatif.
Karena itu perlu kesadaran dan kesadaran, yang mengharuskan pilot-pilot yang kelelahan diakui dan dilindungi sanksi agar bisa memberikan informasi yang lengkap sehingga bisa dicari solusi yang sistemik, jelasnya.
Lain halnya jika masalah itu diciptakan dengan sengaja. Oleh karena itu, sanksi disiplin wajib diterapkan bagi pilot dan co-pilot yang melanggar.
Namun jika permasalahan kelelahan tersebut disebabkan oleh kesengajaan atau kelalaian yang didasari oleh perilaku pilot yang tidak bertanggung jawab, maka wajar jika dilakukan tindakan disipliner, jelasnya. Poin evaluasi
Gerry juga menyoroti respons perusahaan jika ada pilot yang mengaku kurang istirahat. Ini merupakan persoalan kompleks yang menurutnya memerlukan perhatian khusus
“Yang patut dipertanyakan adalah, jika seorang pilot mengaku ‘kurang istirahat’, bagaimana reaksi perusahaan? Lalu kapten juga harusnya sadar bahwa dia kurang istirahat. pilot lain tidak akan tahu kondisi rekannya,” tanya Gerry.
Ia menyimpulkan, ada sejumlah titik yang bisa dijadikan bahan evaluasi perjalanan tengah malam jarak pendek dan menengah. Pertama, efektivitas program Fatigue Risk Management (FRMS) perusahaan. Kedua, bagaimana aturan istirahat penerbangan sebelum dan sesudah malam yang direkomendasikan untuk awak FRMS? Ketiga, umpan balik mengenai efektivitas FRMS
“(Keempat) Bagaimana kesadaran/kepatuhan awak pesawat dalam menaati aturan istirahat FRMS sebelum dan sesudah penerbangan? Jangan lupa, poin nomor 4 itu penting,” tutupnya.
Batik Air sebelumnya membantah tidak memberikan waktu istirahat yang cukup bagi awak pesawat, termasuk pilot dan co-pilot. Pasalnya, pihak maskapai telah mengembangkan beberapa aturan valid terkait waktu istirahat.
Komunikasi korporat strategis Batik Air Danang Mandala Prihantoro menyatakan, perseroan memiliki kebijakan istirahat yang cukup sesuai ketentuan bagi awak pesawat sebelum mengikuti penerbangan.
Ketentuan ini dirancang khusus untuk memastikan awak pesawat berada dalam kondisi fisik dan mental yang optimal selama menjalankan tugasnya, kata Danang saat dikonfirmasi robbanipress.co.id, Sabtu (03/09/2024).
Diketahui, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mencatat jika pilot dan co-pilot tertidur selama penerbangan, maka tidak ada cukup waktu untuk istirahat. Jadi mereka berdua menyempatkan diri untuk tidur sambil menunaikan tugasnya.
Danang menegaskan, awak pesawat harus memperhatikan adanya aturan mengenai aturan waktu istirahat. Menurut dia, hal tersebut sejalan dengan upaya menjaga aspek keamanan penerbangan.
“Dengan kebijakan waktu istirahat yang tepat, Batik Air kembali menegaskan pemahamannya akan pentingnya memaksimalkan waktu istirahat agar kru tetap dalam kondisi terbaik sebelum menjalankan tugas penerbangan. Hal ini merupakan langkah penting dalam upaya menjaga standar tertinggi keselamatan penerbangan di sepanjang waktu,” jelasnya.
Batik Air berkomitmen untuk selalu berkoordinasi dengan otoritas regulasi, awak pesawat, dan pihak terkait (yang berwenang) lainnya untuk meningkatkan standar keselamatan penerbangan, lanjut Danang.