Psikolog Ungkap Perbedaan Niat Seseorang Melakukan Bullying dan Bercanda
robbanipress.co.id, Jakarta Kasus perundungan sepekan ini menjadi perbincangan di media sosial dan media sosial. Apalagi kali ini kita berbicara tentang anak dari orang yang terkenal di masyarakat.
Berbicara mengenai bullying, Anda mungkin pernah mendengar alasan seseorang melakukan hal tidak menyenangkan kepada orang lain sebagai bahan lelucon. “Oh, bercanda, itu saja yang membuatku kesal,” kata pelaku sering mengacu pada hiasannya.
Menurut psikolog klinis Annisa Mega Radyani, sebenarnya ada perbedaan mendasar antara bullying dan ejekan. Hal ini tergantung dari niat pelaku atau niat dari pihak korban, biasanya niat untuk merugikan orang lain.
“Ada maksud atau niat untuk mencelakakan dia (korban). Jadi seseorang itu jelas ada keinginan untuk membuat orang lain tidak nyaman, menyakiti orang lain, jadi ada niat seperti itu,” kata Annisa mengutip Antara.
Sedangkan tindakan bercanda hanya didasari topik ingin bersenang-senang bersama teman, tanpa ada niat untuk merugikan atau membuat tidak nyaman orang lain.
Bullying biasanya dilakukan terhadap orang atau kelompok tertentu dan sering terjadi.
Eksploitasi tidak terjadi satu dua kali, melainkan berulang-ulang dan dalam jangka waktu singkat, kata Annisa.
Orang tua berperan penting dalam mendidik anak untuk mencegah tanda-tanda bullying pada tumbuh kembang anak. Pilihan lainnya adalah dengan mengajarkan perbedaan antara tindakan bercanda dan tindakan yang mengarah pada perilaku intimidasi.
Artinya, sangat penting bagi orang tua atau keluarga untuk mendidik anak sejak dini apa itu bullying? Apa perbedaan antara intimidasi dan ejekan? Perilaku apa yang dianggap sebagai penindasan?” ucap Annisa.
Selain itu, orang tua dihimbau untuk menunjukkan kepada anak akibat dari segala tindakannya. Annisa mengatakan, orang tua harus tegas dalam memberi tahu anaknya apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
“Jika anak melakukan kesalahan, perlu dikomunikasikan secara konsisten agar tidak bisa mengulanginya lagi,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, psikolog Efnie Indrianie mengemukakan bahwa tumbuh kembang seorang anak bukan hanya hasil dari dibesarkan sendiri atau diasuh oleh orang tua dan keluarga.
“Saat anak-anak masih kecil, pengaruh teman sebaya dan informasi dari media sosial sangat kuat,” kata Efnie.
Apalagi jika menyangkut perilaku bullying di kalangan anak muda, kata Efnie, biasanya karena mereka tergabung dalam geng atau geng.
Selain itu, anak-anak bergabung dengan geng atau kelompok yang dianggap lebih unggul dari anak-anak atau kelompok lain.
“Berada di kelompok yang merasa superior membuat generasi muda rentan terhadap tindakan kekerasan,” kata Efnie yang juga dosen jurusan psikologi Universitas Maranatha.