Game Bertema Kekerasan Bakal Diblokir Kominfo, Ini Respons BKKBN, KPAI dan Psikolog Anak
robbanipress.co.id, Tema battle royale atau kekerasan pada game di Jakarta menimbulkan keresahan di masyarakat. Pasalnya, permainan yang banyak digemari anak-anak ini berdampak negatif terhadap perilaku anak.
Baru-baru ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Cominfo) menegaskan bahwa game-game semacam itu bisa diblokir jika diperlukan. Terkait hal ini pun ditanggapi oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasato Vardoyo.
Menurutnya, anak-anak tidak boleh diisi dengan hal-hal yang mempengaruhi sikap dan standar moralnya.
“Ketika Anda terpapar permainan yang memengaruhi perilaku kekerasan, itu sangat berbahaya,” kata Dr. kata Hasto saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/04/2024).
Sebelumnya, pada Januari hingga Maret 2024, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 327 pengaduan kekerasan terhadap anak. Dari 327 pengaduan, 383 kasus telah didaftarkan.
Menurut Komisioner KPAI Kavian, kasus pelecehan seksual lebih tinggi terjadi pada kasus kekerasan dalam kategori Perlindungan Khusus Anak (PKA). Namun, game online juga mengarah pada kekerasan.
“Kekerasan di game online memang tidak masuk 10 besar (kebanyakan), tapi ya, hanya saja tidak masuk 10 besar,” kata Kavian kepada Health robbanipress.co.id melalui telepon, Kamis, 4 April 2024.
Ia menilai game online menjadi salah satu penyebab kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan sekolah.
“Saya kira memang benar game online berdampak pada kekerasan pada anak karena game online banyak mengandung konten kontroversial. Baik individu versus individu maupun kelompok versus kelompok.
“Jika anak-anak terus-menerus bermain game online yang berisi konten kekerasan atau perkelahian, lama kelamaan anak-anak akan mengadopsi hal yang sama,” jelas Kavian.
Psikolog anak Universitas Airlanga (UNAIR) Noor Aini Fardana menceritakan hal serupa. Menurut mereka, game online yang menampilkan konten kekerasan dapat mempengaruhi kondisi mental dan kognitif pemainnya, terutama anak-anak.
Misalnya mengarah pada perilaku agresif, masalah pengendalian emosi, kesulitan pengendalian diri, hambatan kognitif, kata Nur Aini kepada Health robbanipress.co.id, Kamis, 4 April 2024.
Ia menambahkan, game online merupakan media yang memiliki potensi besar. Memungkinkan Anda mengirim pesan tidak hanya dengan mendengar tetapi juga dengan melihat. Ini mempengaruhi otak, terutama lobus frontal.
Area otak ini bertanggung jawab atas pengendalian diri, perilaku agresif, dan pengambilan keputusan. Pada anak-anak, fungsi ini belum sepenuhnya berkembang.
“Anak-anak pada usia ini sering bertindak sesuai dengan apa yang mereka lihat di lingkungan sosialnya. Jika sering melihat game yang berkonten kekerasan, mereka akan menirunya,” ujarnya.
Anak-anak selalu meniru apa yang dilihatnya, tambah Noor Aini, sehingga anak meniru kekerasan setelah melakukan permainan kekerasan. Anak-anak mungkin terlibat dalam kekerasan ini bersama teman-temannya.
“Anak-anak yang menyukai permainan kekerasan mungkin menyimpulkan bahwa aktivitas kekerasan adalah cara yang efektif dan tepat untuk mengatasi konflik dan kemarahan, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Developmental Psychology.”
Studi tersebut juga menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, pelaku kekerasan bereaksi lebih agresif bahkan terhadap orang yang tidak sadarkan diri. Misalnya saja saat Anda terjatuh.
“Studi tentang efek permainan ini menunjukkan bahwa setelah seminggu, anak-anak terus-menerus memainkan permainan kekerasan, seperti permainan aksi, yang dapat menyebabkan perubahan pada area otak yang terlibat dalam fungsi kognitif dan pengendalian emosi,” jelas Noor.
Mengingat bahayanya game online bertema kekerasan atau battle royale, KPAI berinteraksi dengan berbagai kementerian, termasuk Kominfo.
“Kami bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Budi Ari Setiadi) pada Senin (25/03). Kami mengeluarkan beberapa rekomendasi kepada Kominfo untuk memantau konten negatif, termasuk game online,” kata Kavian.
KPAI juga merekomendasikan pelarangan game online berkonten kekerasan di Indonesia. “Kami merekomendasikan untuk melarangnya (game online yang mengandung kekerasan) karena banyak sekali anak-anak yang menjadi korban, kami sangat merekomendasikannya.”
Kominfo menyambut baik usulan KPAI dengan rencana penandatanganan nota kesepahaman atau nota kesepahaman untuk memperkuat kerja sama menjamin perlindungan anak di ranah digital.
“Saat ini kami sedang menyiapkan nota kesepahaman, setelah hari raya, menteri (Menkominfo) meminta untuk segera menandatanganinya setelah hari raya,” kata Kavian.
Lebih lanjut, Kavian mengatakan tidak ada kementerian atau organisasi yang mampu mencegah dan menangani dampak game online sendirian.
“Pencegahan perlu dilakukan secara bersama-sama, misalnya Kemendikbud, Kemenag, Kominfo, KemenPPPA. Keterlibatan Kementerian Dalam Negeri juga penting karena memiliki petugas di lapangan yang membantu penyebarannya. pesan tentang pentingnya mencegah anak-anak menjadi korban game online,” tutupnya.