P2G: Karena Program Merdeka Belajar, Skor Nadiem Justru Makin Jeblok

0 0
Read Time:1 Minute, 41 Second

robbanipress.co.id, JAKARTA – Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), Persatuan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta legislatif mengevaluasi program Merdeka Belazhar. Dimana sejak Nadiem Makarim tahun 2019, Merdeka Belazhar sudah rilis sebanyak 26 episode.

“P2G menghimbau DPR RI dan DPD RI untuk mengevaluasi program Merdeka Belahar yang telah berjalan 26 episode sejak dilantiknya Nadiem Makarim pada tahun 2019,” kata Koordinator Nasional P2G Satrivan Salim dalam keterangannya, Senin (05/06/2019). 2024). .

Ia mengatakan, lembaga independen, termasuk organisasi profesi guru, juga harus melakukan penilaian komprehensif terhadap kebijakan pendidikan era Nadiem. Hal ini harus dilakukan untuk memastikan kelanjutan atau penghentian kebijakan ini benar-benar dilakukan secara obyektif, berorientasi pada perbaikan, adil dan berbasis data.

“Setelah hampir lima tahun menjabat, belum banyak perubahan untuk memperbaiki fundamental pendidikan dan guru, meski sudah 26 episode belajar mandiri. Misalnya hasil PISA kita, sekarang nilainya malah semakin buruk. lebih rendah dibandingkan 10 tahun terakhir,” katanya.

Kepala Bidang Penjangkauan P2G, Iman Zanatul Haeri mengatakan, era Nadiem sangat gemar menggunakan istilah-istilah yang intinya hanya sekedar jargon atau slogan untuk “merek” program mereka. Beberapa diantaranya adalah Merdeka Belajar, Kampus Merdeka, Kurikulum Merdeka, Platform Merdeka Mengajar (PMM) dan lain-lain.

“P2G menilai, baru pada era Mas Nadimla istilah yang sebenarnya jargon ini mengalami overproduksi hingga masyarakat tidak memahami, bahkan tidak mengingatnya. Apa Isi Merdeka Belazhar Episode 26, Apa Beda Guru Unggulan dan Guru Non Keliling? Hal ini tidak terjadi pada masa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelumnya,” kata Iman.

P2G juga berharap langkah-langkah seperti Program Mobilisasi Guru (PGP) yang memiliki anggaran sebesar Rp 3 triliun pada tahun 2024, akan dihapuskan secara bertahap. Sebab, menurutnya, PGP bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. PGP bersifat diskriminatif, eksklusif, tidak adil dan tidak mengedepankan prinsip persamaan kesempatan.

Ia menambahkan, pada masa Nadiem, para guru juga dibagi-bagi ke dalam kotak-kotak yang berisi berbagai tulisan. Ada istilah seperti “Instruktur Utama”, “Instruktur Pembuat Konten”, “Instruktur Kontributor”, “Instruktur Komite Kurikulum”, dan lain-lain. Hal ini jelas menimbulkan kastaisme guru, eksklusivitas dan menyulut konflik horizontal antar guru.

 

 

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %